Sebelum isa lahir, wilayah Yerusalem
dijajah oleh imperium Romawi yang menganut kepercayaan Politeisme.
Karena sebagai penduduk yang terjajah, bangsa Yahudi Essenes yang masih
taat berpegang pada hukum-hukum Taurat Musa, tidak mampu mengembangkan
ajaran agamanya di tengah-tengah masyarakat. Sedangkan Yahudi Farisi dan
Saduki menggunakan agamanya hanya dalam bentuk formalitas saja, dan
perilaku hidupnya selalu menyalahi hukum-hukum Taurat.Ketika isa
mendapat tugas menyampaikan risalah Tuhan, dia selalu memperingatkan
penyelewengan Yahudi Farisi dan Saduki ini. Oleh karena itu dua kelompok
ini sangat membenci isa dan berusaha membunuhnya.Untuk melaksanakan
niat jahat itu, mereka menghasut penjajah Romawi, dengan mengatakan
bahwa isa adalah tokoh pemberontak yang ingin menjadi Raja Yahudi,
sekaligus ingin membebaskan bangsanya dari pendudukan imperium Romawi.
Karenanya, dengan bantuan kedua kelompok Yahudi itu pun tentara Romawi
berusaha menangkap isa dan memusnahkan pengikutnya.[1] Setelah isa
diangkat ke langit, murid-murid isa mulai menyebarkan ajarannya secara
meluas ke tengah-tengah masyarakat yang sudah terpengaruh oleh
kepercayaan politeisme. Sehingga kemudian lahirlah dua kelompok penganut
isa. Pertama, yang betul-betul mengikuti ajaran isa secara murni, yakni
mereka yang berkeyakinan bahwa satu-satunya Tuhan hanyalah Allah, dan
isa, kendati hidupnya dipenuhi dengan berbagai keajaiban, adalah seorang
manusia pilihan yang menjadi utusan Allah. Kelompok ini dikenal dengan
sebutan Kristen Unitarian. Kedua, mengikuti ajaran isa yang diajarkan
oleh murid-muridnya, tetapi masih sulit meninggalkan kepercayaan
politeisme yang sudah mendarah daging pada diri mereka. Akhirnya mereka
mengkultuskan isa sebagai penyelamatnya, bahkan mengangkat isa menjadi
Tuhannya. Kelompok ini dipelopori oleh Paulus (Saulus) yang kemudian
dikenal dengan sebutan Kristen Trinitas.Proses lahirnya kepercayaan
kelompok kedua ini sudah lama menjadi “masalah” di dalam sejarah
perkembangan ajaran Yesus yang sampai kinipun masih dapat kita jumpai di
berbagai penjuru dunia. Perjalanan kepercayaan Kristen Trinitas periode
pertama mendapatkan tantangan hebat dari kelompok Kristen Unitarian.
Namun karena dukungan dan pengaruh kuat imperium Romawi yang menganut
kepercayaan politeisme, Kristen Trinitas dengan cepat menyebar luas ke
berbagai wilayah, bahkan ke negara-negara taklukan tentara Romawi.
Sementara itu, beribu-ribu penganut Unitarian pun telah diburu,
ditangkapi, disiksa dan dibunuh. Adapun tokoh-tokoh Unitarian yang
terkenal dalam sejarah kelam perkembangan ajaran Yesus ini di antaranya
adalah:
Adapun tokoh-tokoh Unitarian yang terkenal dalam sejarah kelam perkembangan ajaran isa ini di antaranya adalah:
IRANAEUS (130-200 M)
Ketika Iraneus lahir, agama Kristen yang berpusat di Antiokia telah
menyebar ke Afrika Utara sampai ke Spanyol dan Perancis selatan. Uskup
Lyon yang bernama Pothinus pernah menyuruh Iranaeus membawakan surat
petisinya ke Paus Eleutherus (174-189 M) di Roma. Dalam petisi itu,
Pothinus memohon agar Paus menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang
Kristen yang menolak doktrin Trinitas. Disaat Iranaeus masih berada di
Roma, dia mendengarkan berita pertikaian antar kelompok Kristen yang
mengakibatkan Uskup Pothinus terbunuh. Setelah pulang ke Lyon, dia
menjadi uskup menggantikan Pothinus.
Tahun 190 M, dia menulis surat kepada Paus Victor-I (189-198 M) untuk
menghentikan pembunuhan terhadap orang-orang Kristen yang berbeda
keyakinan. Kerusuhan antar kelompok terulang lagi, dan pada tahun 200 M,
dia pun mati dibunuh oleh kelompok Trinitas yang dipelopori oleh Paus
Victor.
Iranaeus meyakini bahwa isa bukanlah Tuhan, melainkan manusia biasa
yang diutus oleh Tuhan. Dia melontarkan kritik tajam terhadap Paulus,
dan menudingnya sebagai orang yang paling bertanggungjawab atas
penyusupan ajaran-ajaran politeisme yang sesat dalam ajaran isa. Dalam
menyampaikan ajaran yang diyakininya, Iranaeus sering mengutip ayat-ayat
yang termaktub dalam Injil Barnabas.[2]
TERTULIAN (160-220 M)
Tertulian berasal dari Kartago, kemudian dia menjadi tokoh Gereja
Afrika. Dia adalah seorang Unitarian yang mengidentikkan Yesus dengan
Meisah dalam agama Yahudi. Beliau menentang Paus Calixtus (217-222 M)
yang mengajarkan bahwa dosa besar itu bisa diampuni setelah melakukan
taubat secara kanonik. Di antara pernyataan Tertulian yang masih
tersimpan sampai sekarang adalah:
Mayoritas manusia berpendapat bahwa Yesus adalah manusia biasa.
Dialah yang mula-mula memperkenalkan istilah Trinitas dari bahasa latin
sewaktu membahas doktrin yang dipandangnya aneh itu. Sebab istilah
seperti itu tidak pernah dijumpai dalam kitab suci.
ORIGEN (185-254 M)
Origen lahir di Iskandariah Mesir. Ayahnya, Leonidas, mendirikan
Pusat Pendidikan Teologi, dan menunjuk Clement sebagai kepala
Sekolahnya. Gereja Paulus (Trinitas) sangat membenci Leonidas, karena
menganut ajaran Unitarian yang disebarkan oleh murid-murid Yesus
(Apostolic Christianity), dan menolak ajaran-ajaran Paulus. Oleh karena
itu pada tahun 208 M pihak Gereja Paulus membunuhnya. Peristiwa itu
sangat menggores di hati Origen, dan ia ingin mempertaruhkan nyawanya
untuk menuntut kematian ayahnya, namun dicegah oleh ibunya.
Gurunya, Clement, merasa terancam dan meninggalkan Iskandariah.
Karena ayahnya terbunuh dan gurunya meninggalkan dia, Origen
menggantikan Clement sebagai Kepala Sekolah Teologi. Dalam kedudukannya
yang baru itu, dia terkenal sebagai cendekiawan yang berani.Pada tahun
230 M Origen menjadi pengkhotbah di Palestina. Tetapi karena alasan yang
tidak jelas, Uskup Demerius memecat dan membuangnya. Dia pergi ke
Caesarea dan membangun pusat pendidikan yang sangat terkenal di kota
itu. Akan tetapi Konsili Iskandaria tahun 250 M menjatuhkan kutukan
kepada Origen. Karena menolak doktrin Trinitas, ia pun ditangkap dan
menjalani penyiksaan hingga menemui ajalnya pada tahun 254 M. Origen
mengajarkan keyakinannya bahwa Allah adalah Maha Agung dan Yesus adalah
seorang hamba Allah yang derajatnya tidak sebanding dengan Allah yang
mengutusnya.
Dia dikenal sebagai ahli sejarah gereja yang termashur. Sejak muda
sampai akhir hayatnya terkenal keberaninnya. Memiliki sifat-sifat
terpuji sebagai guru kebenaran dan sangat dicintai oleh murid-muridnya.
Ilmu pengetahuannya sangat luas, yang tidak ada duanya di kalangan
Kristen saat itu. Dia pernah menulis kurang lebih enam ratus risalah dan
makalah.
DIODORUS
Diodorus adalah uskup di Tarsus, kota kelahiran Paulus. Dia termasuk
salah satu tokoh Kristen Antiokia. Perpendapatnya yang terkenal adalah:
Bahwa alam semesta ini selalu dalam perubahan. Dan dalam proses
perubahan itu pasti ada periode awalnya yang berasal dari yang Maha
Abadi dan Maha tidak Berubah. Yang Maha Abadi itulah sang Pencipta, Yang
Maha Kuasa. Diodorus menegaskan, Yesus berkodrat manusiawi, baik ruhani
maupun jasmani, dan sama sekali tidak memiliki kodrat Ilahi.
LUCIUS (Wafat 312 M)
Di samping terkenal sebagai ahli teologi yang menguasai bahasa Ibrani
dan Yunani, dia pun dikenal sebagai tokoh yang sangat taat kepada
Allah. Dia berada di luar lingkungan Gereja sejak tahun 220 M sampai
tahun 290 M. Kesalehan dan luasnya ilmu pengetahuan yang dimilikinya
mengundang kekaguman banyak orang. Dari perguruan di Antiokia yang
dipimpinnyalah kemudian lahir aliran Arianisme yang dicetuskan oleh
salahseorang muridnya yang bernama Arius.
Dalam memahami kitab sucinya, dia berpegang pada penafsiran dari segi
tata bahasa beserta pengertiannya secara lahiriah dan kritis. Dia
menentang penafsiran yang diambil dari pengertian simbolik dan
allegoris. Lucius berpendapat, adanya pertentangan paham yang sangat
tajam di tubuh Gereja telah membuktikan bahwa orang-orang Kristen
berpedoman pada ajaran yang bersumber dari tradisi tulisan dan
mengesampingkan tradisi lisan. Padahal Yesus atau para muridnya tidak
pernah mencatat ajaran isa. Sedangkan tradisi tulisan berasal dari
orang-orang yang tidak pernah menjadi murid isa. Tragedi ini menunjukkan
ajaran isa begitu cepat lenyap disebabkan kekacauan isi ajaran yang
berkembang sampai penghujung abad ke-3 Masehi.Lucius merevisi
Septuaginta, yakni naskah Alkitab berbahasa Yunani. Dia membuang sekian
banyak perubahan-perubahan yang disisipkan ke dalam Alkitab, ketika
disalin ke dalam bahasa Yunani. Dia berkeyakinan bahwa isa itu bukan
Tuhan, melainkan hamba Allah. Namun karena tetap mempertahankan
keyakinannya itu, maka dia pun ditangkap dan disiksa hingga menemui
ajalnya pada tahun 312 M.
ARIUS (250-336 M)
Kehidupan Arius sangat erat kaitannya dengan Constantin, kaisar
imperium Romawi. Sehingga kita tidak bisa memahami sejarah kehidupan
salah satunya, tanpa memahami sosok satunya lagi. Kisah Constantin
menaruh perhatiannya kepada gereja berawal dari kekhawatirannya terhadap
posisinya di Roma. Kaisar ini merasa cemburu terhadap putra mahkota
bernama Crispus. Putra ini sangat termashur, karena sosoknya yang
menawan dan sikapnya yang ramah, disertai pula keberaniannya di medan
pertempuran. Agar namanya tetap bertahan sebagai figur kaisar Romawi,
dan tidak tenggelam oleh ketenaran nama putra mahkotanya, maka
Constantin membunuh Crispus. Kematian Crispus menimbulkan duka rakyat
Romawi. Dibalik pembunuhan itu, tersebar pula berita bahwa ibu tiri
putra mahkota itu menginginkan putra kandungnya sendiri yang akan
menjadi kaisar, sehingga dia berniat untuk menghabisi Crispus. Akhirnya
Constantin menjatuhi hukuman mati kepada ibu tiri itu dengan
membenamkannya ke dalam air mendidih.
Para pendukung permaisuri yang mati itu bergabung dengan para pecinta
putra mahkota untuk menuntut keadilan atas kematian kedua orang itu.
Constantin dalam posisi tersudut dan meminta bantuan pendeta kuil
Yupiter di Roma. Tetapi para pendeta itu mengatakan, tidak ada kebaktian
atau korban yang bisa menghapus dosa pembunuhan yang telah
dilakukannya. Suasana yang tegang di Roma membuatnya tidak tentram,
sehingga Constantin pergi ke Bizantium.
Setibanya di sana, dia mengubah nama kota di pinggir selat Bosporus
itu sesuai dengan namanya, Constantinopel. Di tempat baru itulah dia
melihat perkembangan Gereja Paulus sangat menakjubkan. Constantin
mendapat pelajaran, bahwa bila dia mau bertobat dan mengakui dosanya di
Gereja, maka dosa itu akan diampuni. Kesempatan ini dipergunakan
sebaik-baiknya untuk membersihkan nama dan tangannya yang telah dikotori
lumuran darah dua pembunuhan dan keputusan-keputusan jahat selama dia
berkuasa.
Setelah merasa terbebas dari beban dosa, dia pun mencurahkan
pikirannya untuk memecahkan masalah-masalah yang dihadapi oleh
imperiumnya. Dia melihat adanya kemungkinan memperalat gereja untuk
meraih tujuannya dan menunjukkan loyalitasnya dengan cara memberi
kebebasan kepada Gereja untuk berkembang, yang sebelumnya telah ditindas
dan dibinasakan oleh Kaisar Diolektianus (284-305 M). Berkat dukungan
Constantin inilah perkembangan gereja semakin pesat dan kuat. Sebaliknya
dia mendapatkan keuntungan yang besar, karena wilayah sekitar Laut
Tengah dipenuhi oleh Gereja, yang pemeluknya dapat dimanfaatkan untuk
mendukungnya di medan perang. Bantuan pendeta merupakan faktor yang
sangat penting untuk menyatukan Eropa dan Timur Tengah di bawah
kekuasaan Constantin. Karena rasa terima kasih kepada Gereja di satu
sisi, dan ingin menyudutkan para pendeta kuil Yupiter di Roma yang tidak
bersedia membantunya, pada sisi lainnya, dia mengajak Uskup Roma untuk
membangun greja yang besar dan megah di kota Roma. Dari posisi terjepit
di kota itu, agama Kristen kemudian diberi fasilitas-fasilitas yang luar
biasa oleh Constantin. Di samping itu ia juga membiayai pembangunan
gereja yang besar dan megah di bukit Zion, Yerusalem.
Walaupun dia telah memberikan bantuan besar dan memeluk agama
Kristen, tetapi dia belum pernah dibaptis, sebab pengaruh agama
Paganisme yang menyembah dewa Yupiter dan dewa-dewi lainnya masih sangat
dominan. Oleh karena itu Constantin bersikap menjaga keseimbangan.
Adakalanya ia memperlihatkan diri seakan-akan sebagai pemuja dewa itu.
Sikap seperti itu berlangsung cukup lama sampai meledaknya pertentangan
di tubuh Kristen antara sekte Pauline Church (Gereja Paulus) yang
menganut faham Trinitas dengan sekte Apostolic Church (Gereja Rasuli)
yang menganut paham Unitarian.
Tokoh terkemuka sekte Unitarian waktu itu adalah Arius, salah seorang
Dewan Gereja yang sangat terkenal dalam sejarah dunia Kristen. Dia
lahir di Libya dan belajar di perguruan Antiokia yang dibina oleh
Lucius. Ia merupakan kekuatan baru bagi Gereja Rasuli yang menghidupkan
dan mempertahankan ajaran Yesus yang murni, dengan semboyan:
Ikutilah Yesus menurut yang diajarkan olehnya, dan tentanglah ajaran-ajaran Kristen yang diciptakan oleh Paulus.
Keagungan nama Arius pada masa itu dapat dilihat dari namanya yang
hingga kini tetap disinonimkan dengan sekte Unitarianisme, yakni aliran
yang meyakini bahwa satu-satunya Tuhan hanyalah Allah, dan Yesus adalah
hamba dan utusan Allah.
Gereja Paulus menerima pukulan telak dari pihak Arius. Mereka
mengakui, Arius bukan hanya seorang ahli perencana saja, melainkan juga
sebagai orang yang jujur dan tidak pernah melakukan perbuatan tercela.
Pada saat Tradisi Lisan (oral tradition) yang mempertahankan ajaran isa
mulai lumpuh, dibarengi dengan pemahaman Tradisi Tulisan semakin
menyimpang jauh, maka Arius tampil dengan segala keberanian dan
kegigihannya mempertahankan ajaran isa yang telah disampaikan oleh
murid-muridnya secara murni, sekaligus menentang persekutuan antara
Gereja dengan Kaisar Constantin.
Arius adalah murid Lucian yang paling keras mengecam gereja Paulus.
Oleh karenanya dia selalu diincar pembunuhan oleh pengikut-pengikut
setia aliran Trinitas. Arius menyadari akan bahaya yang mengancam
jiwanya. Walaupun riwayat hidup masa mudanya tidak begitu jelas, tetapi
dia tercatat menjadi tokoh penting Gereja Becaulis Iskandariah.
Sampai pada masa Konsili Nicea tahun 325 M, perbedaan keyakinan di
kalangan Kristen sangat beragam, karena kepercayaan di kalangan Kristen
sendiri juga sangat beragam yang didasari oleh pilihan masing-masing
individu. Sebelum gereja mendapatkan kebebasan dari imperium Romawi,
perbedaan keyakinan itu menimbulkan banyak pertentangan sengit, yang
pada akhirnya mengakibatkan pertikaian antar kelompok Kristen. Oleh
karena itu acapkali terjadi peristiwa-peristiwa penangkapan, penyiksaan,
bahkan pembunuhan gelap. Ketika Constantin menjalin aliansi dengan
Gereja, terjadilah perubahan dramatis. Meskipun waktu itu Constantin
masih menjabat kepala negara yang penduduknya mayoritas menganut
Paganisme, tetapi secara terbuka ia memberi dukungan kepada gereja, saat
mana perbedaan antara Pauline Church dengan Apostolic Church nampaknya
masih belum begitu tajam. Dengan demikian, agama Kristen memperoleh
kedudukan baru di bawah naungan kaisar Romawi. Bagi kebanyakan orang,
perkembangan Kristen seperti ini menimbulkan masalah politik. Sebagian
orang yang dulunya menentang agama itu, berbalik mendukung karena
mendapat tekanan dan intimidasi dari pemerintah yang berkuasa. Oleh
karena itu mereka pun terpaksa memeluk agama Kristen, namun bukan karena
panggilan hati nurani, melainkan karena tujuan-tujuan tertentu.
Perubahan situasi itu sangat menguntungkan pihak Kristen. Gereja Paulus
dan Gereja Rasuli masing-masing berkembang pesat hingga ke seluruh
wilayah imperium Romawi, namun di sisi lain, menyebabkan pertentangan di
antara kedua sekte itu semakin tajam di berbagai daerah.
Constantin yang pada waktu itu masih belum sepenuhnya memahami agama
Kristen hanya ingin mendapatkan keuntungan politis bila ia berhasil
menciptakan kesatuan gereja yang tunduk padanya dan berpusat di Roma,
bukan Yerusalem. Ketika para jemaat gereja Rasuli (Apostolic Church)
menolak untuk memenuhi keinginan kaisar itu, Constantin melakukan
tekanan-tekanan terhadap mereka. Tetapi semua tekanan itu tidak
mendatangkan hasil yang diharapkan. Para jemaat Gereja Rasuli yang
menganut faham Unitarian itu tetap menolak untuk tunduk kepada Uskup
Roma.
Pertentangan semakin tajam mengenai pokok-pokok keyakinan di dalam
agama Kristen. Sementara itu doktrin Trinitas telah diterima sepenuhnya
oleh beberapa kalangan penting dalam dunia Kristen. Sedangkan Donatus,
Melitus, terutama Arius tetap bersikukuh menentang doktrin tersebut.
Lebih dari dua abad lamanya doktrin itu menjadi bahan perdebatan, tetapi
tetap saja tidak ada pihak yang bisa memberikan penjelasan dan
penafsiran yang memuaskan. Dan karena banyak fihak yang menentangnya,
semakin banyak pula yang membutuhkan penjelasan dan difinisi tentang
dogma itu.
Pihak Gereja dituntut untuk memberikan difinisi yang jelas tentang
kodrat kemanusiaan dan kodrat ketuhanan Yesus. Termasuk memberikan
penjelasan mengenai hubungan oknum yang satu dengan oknum lainnya dalam
Trinitas. Gereja harus menunjukkan difinisi yang akurat mengenai
hubungan ketuhanan Yesus dengan perawan Maria, ibunya. Karena setiap
orang Kristen selalu dihadapkan pada sekian banyak problematika dogma
Trinitas, maka surat pertanyaan yang dikirim kepada Paus di Roma pun
semakin menggunung.
Surat jawaban dari Paus ternyata tidak bisa memberikan kepuasan bagi
semua pihak. Arius tampil mengajukan tantangannya kepada Paus untuk
memberikan difinisi yang logis dan rasional mengenai doktrin Trinitas.
Arius sendiri memberikan argumennya sebagai berikut:
“Jika Yesus itu sebagai anak Tuhan, berarti Allah harus ada
terlebih dahulu dari pada Yesus. Justru sebelum ada Yesus, harus ada
jarak waktu. Dalam jarak waktu itu yesus belum ada. Dengan demikian
sudah pasti, bahwa Yesus itu dicipta oleh Allah dari esensi yang
sebelumnya tidak ada. Oleh karena itu Yesus tidak sama dengan Allah .”
Kalangan Gereja Trinitas merasa
terjungkal. Patriarch Alexander mengundang dewan gereja untuk
mempersoalkan pendapat Arius itu. Sekitar seratus uskup dari Mesir dan
Libya menghadiri undangan itu untuk meminta pertanggungjawaban dari
Arius. Untuk mempertahankan keyakinannya, Arius mengajukan argumentasi
yang semakin sulit dibantah sebagai berikut:
Ada suatu masa, yang di dalam masa itu Yesus belum ada,
sedang Allah bersifat Maha Dulu dan Maha Abadi. Karena Yesus adalah
makhluk Allah, maka dia bersifat fana (tidak kekal), dan sudah tentu
tidak memiliki sifat abadi. Karena Yesus itu makhluk, maka dia termasuk
obyek bagi perubahan seperti makhluk berakal lainnya. Karena hanya Allah
saja yang tidak berubah, maka Yesus bukanlah Tuhan.
Disamping menggunakan logika, dia pun mengukuhkan argumentasinya dengan
mengutip ayat-ayat Alkitab untuk membantah doktrin Trinistas seperti:
“jika Yesus sendiri telah mengatakan: Tuhan lebih besar dari
pada aku. (Matius 14:28), lalu bagaimana kita bisa percaya bahwa Allah
dan Yesus itu sama? Kepercayaan seperti itu sangat bertentangan dengan
sabda Yesus sendiri di dalam kitab suci.”
Pendapat Arius ini tidak bisa dibantah oleh semua uskup yang hadir
pada sidang itu. Tetapi Patriarch Alexander, dengan menggunakan
kekuasaan jabatannya, akhirnya menjatuhkan vonis Hukuman “Pengucilan
Gereja” terhadap Arius!
Dalam tradisi gereja, siapa yang mendapat hukum pengucilan itu,
tumpahan darahnya menjadi halal. Dan pembunuhnya akan mendapatkan surga
sebagai imbalan telah berjasa membasmi pembawa ajaran sesat! Tetapi
Arius mempunyai banyak pengikut yang pengaruhnya juga sangat luas
sehingga tidak dapat dianggap enteng oleh pihak Gereja Trinitas, apalagi
para uskup Wilayah Timur tidak membenarkan vonis Patriarch Alexander
itu.
Pertentangan masalah keyakinan ini semakin memuncak. Alexander berada
pada posisi yang terjepit, bahkan sangat kecewa karena para uskup
wilayah timur mendukung Arius. Terutama Eusebius Nicomedia (wafat 342 M)
sahabat Arius yang sangat berpengaruh di istana Constantinopel, dan
Eusebius Caesarea (260-340 M) yang memberikan dukungan sangat besar
kepada Arius. Dua orang ini dan Arius adalah murid Lucian, yang karena
peritiwa pembunuhan gelap terhadap guru mereka, menjadikan hubungan
ketiganya semakin erat.
Sampai sekarang kita masih dapat melihat surat Arius yang dikirim
kepada Eusebius Constantinopel setelah dia dijatuhi hukuman pengucilan
dari Alexander. Di antara surat-surat itu berbunyi:
“Kami dihukum karena menyatakan bahwa Yesus itu mempunyai permulaan, sedangkan Allah tidak mempunyai permulaan. “
Meski demikian, catatan-catatan mengenai pertentangan keyakinan
yang sangat tajam kala itu tidak banyak lagi ditemui sekarang ini.
Sebab ratusan, bahkan mungkin ribuan, dokumen dan segala bentuk catatan
yang dianggap “membahayakan” kepentingan ajaran Trinitas telah disita,
dimusnahkan, atau disembunyikan. Surat-surat yang masih selamat,
menunjukkan Arius tetap gigih mempertahankan ajaran Yesus yang murni,
yang bebas dari perubahan, dan sama sekali tidak menghendaki perpecahan
dalam Kristen. Sedangkan kumpulan surat-surat Alexander memperlihatkan
penggunaan bahasa yang tidak santun terhadap Arius dan para
pendukungnya. Di antara surat-surat itu Alexander pernah menulis sebagai
berikut:
Mereka sudah dikuasai iblis yang merasuk dalam diri mereka. Mereka
adalah tukang sulap dan penipu yang cerdik merayu. Mereka kelompok
penyamun yang hidup dalam persembunyian, yang siang malam mengutuki
Kristus mereka mendapatkan banyak pengikut dengan memperalat wanita
sundal.
Surat yang bernada kasar itu membangkitkan kemarahan Eusebius. Beliau
mengundang uskup-uskup wilayah timur untuk menjelaskan duduk persoalan
sebenarnya. Pertemuan para uskup itu menghasilkan keputusan untuk
mengirim surat pada seluruh uskup wilayah timur dan barat, agar mendesak
Patrirrch Alexander mencabut hukuman yang dijatuhkannya kepada Arius.
Alexander bersedia mencabut vonisnya, asalkan Arius mau tunduk
kepadanya. Syarat itu ditolak mentah-mentah oleh Arius, yang kemudian
“hijrah” ke Palestina untuk membina jemaat Kristus di sana. Kepada
seluruh pelayan-pelayan gereja Katolik Alexander pun mengirimkan surat
kecaman terhadap Arius dan Eusebius dan menuduh Eusebius mendukung Arius
bukan karena keyakinan yang dianut oleh Arius, melainkan karena
kepentingan ambisius. Kaisar Constantin juga menyadari situasi internal
Kristen yang semakin memburuk ini terpaksa turun tangan dengan
mengirimkan surat kepada kedua belah pihak. Kaisar sangat mengharapkan
kesatuan pendapat dalam agama. Hal itu diperlukan untuk menjamin
stabilitas daerah yang dikuasainya. Karenanya ia meminta kedua belah
fihak untuk segera melupakan masalah yang dipertentangkan.
Sementara itu terjadi persengketaan antara Constantin dengan saudara
iparnya, Lucianus, yang menguasai wilayah Tracia. Dalam pertempuran
tahun 324 M. Lucianus tewas. Dan karena dia termasuk pendukung Arius,
kematiannya mengakibatkan posisi Arius mengalami kemunduran.
Sekalipun Constantin memenangkan peperangan, tetapi dia tidak mampu
membendung kerusuhan yang melanda beberapa wilayah pendudukan Romawi.
Kaisar tidak mempunyai jalan lain untuk mengatasi kekacauan ini kecuali
mengundang seluruh uskup untuk menyelesaikan persoalan rumit itu. Posisi
dirinya yang masih menganut faham Paganisme sangat menguntungkannya.
Sebab tidak termasuk pengikut salah satu sekte Kristen yang sedang
bertikai itu dengan sendirinya ia berkesempatan menjadi pemimpin sidang
dan penengah yang patut dianggap tidak memihak. Akhirnya Constantin
direstui oleh para uskup untuk menjadi pemimpin sidang, karena memang
tidak ada pihak yang menyetujui sekte lain mengambil posisi itu. Sidang
para uskup tahun 325 Masehi yang dipimpin oleh Constantin itu terkenal
sebagai Konsili Nicea.[3] Peserta sidang gereja sedunia yang diadakan
untuk pertama kali ini kebanyakan terdiri dari para uskup yang masih
lugu, jujur dan berpegang teguh pada keyakinan yang dianutnya. Di saat
itulah secara mendadak mereka harus berhadapan dengan tokoh-tokoh yang
menguasai filsafat Yunani. Sehingga mereka tidak bisa memahami
ungkapan-ungkapan filosofis yang didengarnya.
Sebaliknya, mereka kehilangan kemampuan untuk mengungkapkan
pendapatnya, apalagi harus menggunakan argumentasi-argumentasi yang
menuntut logika. Oleh karena itu, pada akhirnya mereka harus memilih
salah satu dari dua pilihan, bertahan pada keyakinannya secara
diam-diam, atau menyetujui apa saja yang diputuskan oleh pemimpin
sidang.
Wakil-wakil dari pihak Gereja Paulus (yang berusaha memaksakan
Trinitas) ternyata mampu menunjukkan dua oknum, yakni Allah Bapa dan
Allah Anak (Yesus). Namun tidak berdaya untuk mencari dalil dari Alkitab
bahwa Roh Kudus itu adalah salah satu dari oknum Tuhan.
Para uskup didikan Lucian seperti Arius, dengan mudah menyudutkan pihak
Gereja Paulus dari masalah satu ke persoalan yang lain dalam Trinitas.
Pihak Unitarian mengakui bahwa di dalam Alkitab, Yesus selalu menyembah
Allah dan tidak pernah menyebut dirinya Tuhan. tetapi mereka juga
menunjukkan kepada lawannya sabda Yesus yang berbunyi:
“Dan janganlah kamu memanggil Tuhan kepada seorang pun di dunia ini,
karena hanya satu saja Tuhan kamu, yaitu yang ada di Sorga.” (Matius
23:9)
Dengan demikian, kata Arius, sosok “Anak” itu bukan hanya satu, bukan Isa saja, melainkan berjuta-juta manusia!
Kelompok Trinitas tidak mampu mematahkan argumentasi para Unitarian,
sebab kepercayaan terhadap doktrin Trinitas yang mereka yakini tidak
berdasarkan pada kitab Injil. Dengan susah payah mereka berusaha
membuktikan bahwa Bibel telah menyatakan Yesus itu bayangan Allah yang
Maha Benar. Namun para Unitarian menjawab:
Kita sebagai manusia adalah bayangan dan kemegahan Tuhan. Jika
dikatakan bahwa bayangan Allah adalah Tuhan, berarti seluruh manusia di
muka bumi adalah Tuhan!
Perdebatan dalam sidang semakin meruncing, dan semua pihak merasa
pesimis terhadap hasil sidang itu. Ujungnya, masing-masing pihak pun
saling mengharapkan dukungan kaisar yang memegang keputusan akhir.
Constantia adik kaisar Constantin adalah penganut faham Unitarian,
memberitahu Eusebius Nicodemia bahwa kaisar ingin mempersatukan gereja,
sebab perpecahan akan membahayakan kekaisaran. Jika tidak tercapai
persetujuan dan kesamaan keyakinan, sangat mungkin kaisar akan
kehilangan kesabaran dan menarik seluruh dukungannya kepada gereja, dan
ini akan mengakibatkan kepentingan agama Kristen menjadi lebih
memprihatinkan daripada sebelumnya.
Kendati Eusebius Nicodemia telah berupaya mengajak Arius dan para
sahabatnya untuk berunding, namun tidak dicapai kesepakatan kecuali
bahwa kelompok Unitarian semakin teguh mempertahankan keyakinan mereka
menolak doktrin Trinitas. Hal ini, tentu saja, mereka sadari sebagai
sebuah keputusan yang beresiko memposisikan Unitarian sendiri sebagai
kelompok minoritas dalam proses pengambilan keputusan pada Konsili
Nicea.
Sementara itu, pendukung Trinitas yang menyadari dukungan
Constantin terhadap Gereja Paulus dapat menambah kekuasaan mereka,
bahkan sekaligus dapat pula dimanfaatkan untuk mengakhiri pengaruh
Gereja Rasuli (Unitarian) di Afrika Utara dengan cara-cara represif,
(menggunakan kekuatan militer imperium Romawi), segera menentukan sikap.
Gereja Paulus menyetujui perubahan-perubahan pada agama Kristen! Dan
karena pemujaan kepada Dewa Matahari sudah menjadi tradisi bangsa Romawi
kala itu, sedangkan kaisar dipandang sebagai perwujudan dari Dewa
Matahari, maka gereja Paulus pun menyusun rumusan sebagai berikut:
1.Hari Minggu (hari Dewa Matahari) bangsa Romawi dijadikan hari Sabat bagi agama Kristen.
2.Hari kelahiran Dewa Matahari tanggal 25 Desember dijadikan hari kelahiran Yesus.
3.Lambang Dewa Matahari, Salib Sinar, dijadikan lambing agama Kristen.
Untuk menyatukan upacara ritual bagi Dewa Matahari dan Yesus, patung Dewa Matahari pada salib diganti dengan patung Yesus.
Kaisar merasa puas, karena jurang perbedaan
di antara pemeluk Kristen dan Pagan yang dianut oleh bangsa Romawi kala
itu dengan sendirinya dapat diakhiri. Akhirnya Trinitas pun diterima
dengan suara terbanyak sebagai keyakinan resmi dalam agama Kristen.
Pengertian Keesaan Tuhan dalam bahasa Yesus telah berubah maknanya
setelah disalin ulang ke dalam tatanan bahasa filsafat Neo-Platonisme
yang dikenal dengan Mystic Trinity. Setelah perubahan pengertian keesaan
Tuhan diterima oleh suara terbanyak, langkah perumusan ajaran Kristen
selanjutnya pun semakin jauh menyimpang dari ajaran Yesus yang
sebenarnya. [4] Rumusan Credo Nicea yang dikenal sampai saat ini adalah
rumusan yang ditandatangani oleh peserta konsili yang ketika itu
mendapatkan dukungan penuh dari kaisar Constantin. Sementara itu, karena
Arius menolak mengakui keputusan konsili tersebut, maka diumumkanlah
Anathema (kutukan) terhadap ajaran Arius sebagai berikut:
“Bagi orang yang berkata: Ada jarak waktu di mana Yesus belum
ada. Sebelum dilahirkan, Yesus tidak ada. Yesus diciptakan dari yang
tidak ada. Yesus berbeda zatnya dengan Allah. Yesus adalah obyek
perubahan.“
Setelah peserta konsili pulang ke daerahnya masing-masing, ternyata
mereka terlibat kembali dalam perdebatan mengenai keputusan konsili itu.
Pengikut Unitarian yang tetap menentang keputusan konsili pun mulai
diburu dan ditangkapi. Mereka yang menolak “bertaubat” dan menerima
doktrin Trinitas dijebloskan dan disiksa dalam penjara-penjara bawah
tanah!
Arius sendiri sejak tahun 325 M telah dimasukkan ke dalam penjara
bawah tanah di pulau kecil sekitar selat Bosporus. Walau demikian,
bukannya mereda, perdebatan dan pertikaian antara dua kelompok ini malah
semakin meruncing di berbagai wilayah kekuasaan Romawi. Hanya
Athanasius yang masih mematuhi keputusan tersebut, sedangkan para
pendukungnya sendiri diliputi kebingungan menghadapi berkecamuknya
berbagai pertentangan ini.
Sabinas, uskup tertua dari kristen unitarian di Thracia mengatakan :”
yang hadir dalam konsili Nicea itu adalah kumpulan orang dungu yang
bodoh! Keputusan Konsili itu hanya disahkan oleh orang-orang tolol yang
tidak memiliki pengetahuan sama sekali dalam masalah yang mereka
putuskan.”
Tahun 328 M, hanya 3 tahun setelah Konsili Nicea, Patriarch Alexander
meninggal. Terjadilah perebutan jabatan keuskupan Iskandariah.
Athanasius dipilih dan ditasbihkan menjadi uskup di daerah itu.
Pemilihan itu menimbulkan kecaman keras, karena dilakukan dengan
cara-cara tidak jujur, intimidasi, dan tindakan-tindakan dalam bentuk
kekerasan lainnya. Pengikut Arius pun melakukan perlawanan terhadap
Athanasius.
Cosntantina, saudara kaisar Constantin, menentang pembunuhan terhadap
orang Kristen Unitarian, terutama menentang pembuangan Eusebius
Nicomedia. Dia tetap mempertahankan bahwa Arius adalah pemimpin agama
Kristen yang benar. Alkhirnya, Constantina berhasil membebaskan Eusebius
Nicomedia agar kembali ke istana. Kembalinya Eusebius ini merupakan
pukulan telak bagi kelompok Athanasius. Sedangkan Kaisar Constantin
tampak semakin condong kepada Arius.
Ketika mendapat laporan tentang kecaman masyarakat Kristen atas
pemilihan Athanasius, kaisar memanggil uskup agar datang ke
Constantinopel. Dengan berbagai alasan Athanasius tidak datang memenuhi
panggilan itu. Pada tahun 335 M, ketika dilangsungkan konsili di kota
Tyre untuk memperingati tiga puluh tahun pemerintahan kaisar Constantin,
Athanasius diwajibkan menghadirinya. Dalam konsili itu, dia dituduh
telah melakukan kezaliman di wilayah keuskupannya. Karena suasana sidang
saat itu menyudutkan dirinya, maka dia segera keluar sebelum konsili
sendiri menjatuhkan Hukum Kutukan kepada dirinya.
Para uskup kemudian melanjutkan sidang di Yerusalem dan mengukuhkan
kutukan terhadap Athanasius serta menerima Arius kembali ke pangkuan
gereja. Constantin mengundang Arius dan Eusebius ke Constantinopel.
Perdamaian antara Arius dan kaisar terjalin baik, dan para uskup
akhirnya menjatuhkan kutukan kepada Athanasius.
Arius diangkat menjadi Patriarch Constantinopel, tetapi jabatan itu
tidak berlangsung lama, dia wafat secara mendadak pada tahun 336 M
karena makanannya diberi racun. Pihak gereja menganggapnya sebagai suatu
keajaiban, tetapi pihak istana mencurigai peristiwa itu. Kaisar
membentuk komisi untuk menyelidikinya. Athanasius terbukti sebagai otak
pembunuhan tersebut dan dijatuhi hukuman! Constantin yang perasaannya
sangat terguncang atas kematian Arius itu, dibawah bimbingan adiknya,
Constantina, akhirnya memeluk agama Kristen Unitarian dan dibaptis oleh
Eusebius Nicomedia. Pada tahun 377 M, kaisar Romawi itu menutup mata
dengan membawa keyakinan bahwa Allah adalah satu-satunya Tuhan, dan isa
adalah anak manusia yang diutus oleh Tuhan.Arius memiliki peranan
penting dalam sejarah Kristen. Bukan hanya karena jasanya berhasil
mengajak kaisar Constantin memeluk agama yang diajarkan oleh isa, tetapi
juga karena mewakili orang-orang yang tabah dan gigih mempertahankan
kemurnian ajaran isa itu sendiri. Pada saat ajaran isa tercampur aduk
dengan kepercayaan-kepercayaan pagan dan politeisme, sehingga ajaran
Kristen yang asli semakin kabur, maka Arius dengan segala keberanian dan
ketabahan hatinya, tampil mempertahankan kemurnian akidah tauhid.Pada
hakikatnya agama wahyu (samawi) yang dibawa oleh isa mengajarkan Tauhid,
atau keesaan Tuhan. Tetapi perkembangan berikutnya telah menyeret
banyak pengikut-pengikutnya ke dalam kemerosotan Tauhid yang menyebabkan
mereka secara sadar, atau tidak sadar, melanggar berbagai ajaran isa.
Kondisi keimanan mereka semakin memburuk, dan pada akhirnya membawa
mereka semakin jauh terperosok ke dalam keyakinan Politeisme yang tidak
pernah diajarkan oleh isa sendiri. Kisah di atas semakin meyakinkan kita
bahwa Islam telah mengajarkan kepada pengikutnya untuk berpegang teguh
pada agama Tauhid, agama yang tegas-tegas menyatakan bahwa tiada Tuhan
yang layak disembah selain Allah, agama yang mengakui para Nabi dan
Rasul sejak Adam, Ibrahim, Nuh, Musa, Isa, dan seterusnya – hingga
Muhammad, adalah utusan Allah. Mereka diutus untuk menyampaikan
risalahnya kepada umat manusia, agar manusia mengenal jalan lurus yang
diridhai-Nya untuk, pada saatnya nanti, kembali dengan selamat
kepada-Nya!
BY Disekitar kita